Tidak banyak orang tahu tentang ayahku, namun dunia vespa tanah air sudah tidak asing lagi saat mendengar namanya. Kohir, itulah nama beliau, kelahiran 2 Oktober 1944, dengan pendidikan terakhir adalah SMK. Sebelum menikah dengan ibuku, Paimah Mardjan, ayahku memang sudah menyukai travelling. Karena memang pekerjaan beliau adalah supir truk antar propinsi, dari Jawa yang hingga akhirnya terdampar di Kalimantan (Balikpapan).
Tapi hobby travelling ayahku masih mengalahkan hobby- hobby yang lain, terlebih setelah ayah mengenal Vespa dan dunianya.. Vespa yang mulanya hanya sebagai alat transportasi rumah tangga, yang mengantarku pergi sekolah, atau ibuku ke pasar, sekarang menjadi hobby yang mengasyikkan dan bahkan Vespa antik sudah seperti "istri" kedua baginya.
Berpindah dari klub vespa satu ke yang lain sudah bukan hal baru di dunia vespa, hingga akhirnya ayah memutuskan untuk menjadi scooterist independent, dengan nama "Belantara Sccoter", berisi gabungan teman-teman scooter dari seluruh Kalimantan, yang memiliki minat yang sama untuk membawa nama Borneo di pulau lain.
Walaupun dengan keriput disana sini, tapi siapa sangka ayahku yang memiliki 4 anak dan 2 orang cucu ini sudah mengelilingi hampir seluruh wilayah Indonesia, hanya pulau paling timur (Irian) yang belum dijamah ayah (disamping biayanya mahal, keluarga yang masih agak resah dengan keamanan di pulau tersebut.. (isu OPM masih santer terdengar))
Baru- baru ini ayah pulang dari perjalanan panjangnya selama kurang lebih setengah tahun, mengendarai vespa, "Tour de Java". Sesaat saat menelpon kerumah ayah mengabarkan kalau sudah sampai di Jogjakarta, sesaat di Jakarta, dan sekejap di Bali. Bahkan ayah kelihatan senang sekali saat menceritakan tentang pengalamannya bertemu mbah Marijan di kaki gunung Merapi.
Ibuku tidak bisa melarang, yah namanya juga orang tua, agak rewel kan kalo kita larang-larang. Selama hobby nya bisa membuatnya senang dan tidak merugikan orang lain, keluarga hanya bisa mendukung.
Walaupun ayahku suka berdandan agak unik, dan sempat disangka dukun di desanya (gubraaak...) tapi tidak seaneh Limbad sih... ayahku masih suka tertawa, dan bersahabat dengan anak-anak kecil (tetangga).
Ayahku bukan seorang ayah yang berkendara dengan mobil mewah, berpendidikan tinggi, dan berpakaian rapi selayaknya pejabat, cukup vespa tua yang antik, pendidikan rendah, tidak bisa berbahasa asing (hanya berbahasa Indonesia dan Jawa), namun aku BANGGA dengan ayahku. Melalui tangannya aku belajar mengenal dunia, dan seni. Rasa Sabar, dan semangat berjuang mengalir dalam tubuh anak-anaknya, izinkan kami untuk membahagiakan Ayah. LOVE U DAD
Berita terkait